Jumat, 29 November 2013



                                                               KADERISASI IKATAN
“Sebuah problem sebagai ajang refleksi”

              Oleh : Kasri Riswadi*
Kegiatan kaderisasi merupakan rutinitas dari sebuah organisasi dalam rangka transformasi nilai dan perekrutan anggota baru untuk mempertahankan eksistensinya dalam pergulatan kancah dunia pergerakan. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi pun tanpa terkecuali, IMM secara ontologinya merupakan organisasi kader, keberadaanya merupakan kreasi dari para founding fathers dalam menyikapi realitas pada waktu itu. Dengan tujuan yang khas sebagaimana yang tertuang dalam AD/ART yakni “terbentuknya ademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”. Memahami tujuan ini, Muhammadiyah menginginkan agar IMM menciptakan wahana intelektual yang ditanamkan pada gerakan ikatan, menjadikan akhlaknya sebagai aksiologi dari intelektual yang berdasarkan pada nilai-nilai Islam dan Muhammadiyah.
Sebagai organisasi kader yang memiliki tujuan jangka panjang, Ikatan mahasiswa Muhammadiyah menempatkan proses dan kegiatan kaderisasi sebagai program penting dan strategis dalam melanjutkan misi dan eksistensinya sebagai gerakan intelektual dan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. Oleh karenanya kegiatan kaderisasi menjadi program andalan yang dilakukan oleh Ikatan bukan saja karena untuk melanjutkan estafet kepemimpinan dalam ikatan namun juga dalam rangka melakukan transformasi nilai kepada segenap akademisi demi terwujudnya akademisi Islam yang berakhlak mulia. Oleh karena itu, perkaderan adalah sesuatu yang membutuhkan perhatian khusus seiring dengan perkembangan zaman.
Baik buruknya Pendidikan kader yang ada sekarang ini adalah cerminan baik buruknya pula organisasi di masa-masa yang akan datang. Jika pendidikan kader ikatan sekarang ini baik, maka Ikatan pada masa yang akan datang  akan baik pula. Sebaliknya, apabila pendidikan kader ikatan jelek, maka ikatan yang akan datang juga jelek. Itulah pernyataan yang diberikan oleh Prof. Dr. Mukti Ali terhadap Muhammadiyah yang coba penulis tarik dan kontekstualisasikan dengan ke dalam diri ikatan.
Pernyataan di atas tentu saja benar adanya, sebab kelangsungan sebuah masa depan organisasi sangat memilki kaitan dengan bagaimana cara Ikatan dalam menciptakan dan melakukan pendidikan kader di dalamnya. Oleh karenanya Ikatan sesungguhnya tidak dapat menyepelekan persolan kaderisasi tersebut. Apatahlagi di dalam Al Qur’an pun kita diingatkan, “dan hendaklah kamu takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka generasi-generasi yang lemah” (Q.S.: An Nisa’ : 9). Maka menjadi sebuah komitmen seharusnya bagi Ikatan, bahwa kegiatan perkaderan merupakan kegiatan yang tidak memilki ending atau masa akhir.
Tentunya kegiatan kaderisasi yang dilangsungkan ikatan seantiasa di orientasikan pada terciptanya kader-kader yang tangguh, istiqomah, kritis, militan, dan berkualitas. Sebab hanya kader-kader yang memiliki sikap demikianlah yang akan mampu konsisten dalam menjaga dan mendorong peran ikatan sebagai sebuah gerakan pembaharuan.
Dalam ikatan, sebagaimana kita kenal ada tiga bentuk model perkaderan, yaitu perkaderan utama, perkaderan pembina dan perkaderan pendukung. Perkaderan utama adalah perkaderan yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan latihan kepemimpinan dalam rangka transformasi visi dan nilai-nilai ideologis serta aksi gerakan yang dilakukan ikatan maupun persyarikatan. Dalam perkaderan utama ini, terdapat tiga jenjang kekaderan yang terstruktur dengan jenjang orientasi yang berbeda pula. Pertama, Darul Arqam Dasar(DAD) yang diarahkan pada penanaman nilai-nilai akidah dan membangun moral agama serta dasar-dasar kepemimpinan. Kedua, Darul Arqam Madya(DAM) diarahkan pada penguatan intelektual, elaborasi dan kritik pemikiran dan teori serta pembentukan karakter pemimpin tingkat menengah. Ketiga, Darul Arqam Paripurna(DAP) diarahkan pada penguatan humanitas, menciptakan antitesa pemikiran dan teori sekaligus melahirkan metedologi sosial untuk persoalan-persolan keummatan dan kebangsaan.
Kedua Perkaderan pembina, yaitu kegiatan kaderisasi yang dilaksanakan dalam bentuk pelatihan dan pendidikan kepembinaan yang dipersiapkan untuk mengelola perkaderan utama. Adapun secara berjenjang. Pertama, Latihan Instruktur Dasar(LID) bertujuan untuk melahirkan kader peembina ditingkat dasar atau DAD. Kedua, Latihan Instruktur Madya (LIM) bertujuan untuk melahirkan kader pembina ditingkat menegah atau DAM. Ketiga, Latihan Instruktur Nasional(LIN) bertujuan untuk melahirkan kader pembina ditingkat nasional atau DAP.
Ketiga perkaderan pendukung, yaitu kegiatan kaderisasi yang dilakukan dalam bentuk pelatihan, pendidikan, kursus, atau kajian intensif yang terstruktur namun tidak ditetapkan standar kurikulumnya secara baku untuk mencukupi kebutuhan tertentu dari diri kader baik secara personal maupun secara kelembagaan. Adapun perkaderan pendukung ini diantaranya adalah, pendidikan khusus Immawati(Diksuswati) baik I, II dan III, latihan advokasi, latihan jurnalistik, sekolah pelopor serta pelatihan-pelatihan lainnya.
Upaya berbagai bentuk perkaderan yang dilakukan oleh ikatan belakangan ini walaupun jauh lebih sistematis, namun jika dilihat dari aspek outputs ataupun hasil yang ada, masih jauh dari yang diharapkan. Walaupun secara kuantitas kader dalam ikatan masih relatif mengalami peningkatan, namun hal tersebut tidaklah menjamin kualiatasnya dalam berikatan. Sebab sangat tampak jika proses kaderisasi dilakukan sangat terpaku pada aspek formalitas semata, sehingga cara yang demikian hanya melahirkan kader-kader simbolik yang lebih mengedepankan dan mengagunggkan identitas dari pada substansif dalam ikatan.
Tak dapat dipungkiri  bahwa saat sekarang banyak kader-kader ikatan yang juga memiliki kecendrungan terjebak pada budaya pragmatis. Terkesan seenaknya dalam menjalankan organisasi sesuai dengan seleranya tanpa memeperhatikan aspek-aspek fundamen yang telah ditetapkan ikatan sebagai acuan. Dengan bermodalkan sologan fastabiqul khaerat semua dilakukan atas nama ikatan walaupun sebenarnya sudah jauh melenceng jauh dari aturan organisasi.
Terlbih tak dapat dipungkiri bahwa banyak diantara kader ikatan juga yang ternyata masih cukup lemah secara ideologi, sehingga ketika ada rayuan dan godaan dari gerakan lain yang mengiming-imingi “ janji surga”, maka dapat dengan mudah mereka beralih kepada gerakan lain dengan bahkan menghujat dan mengkritik ikatan dimana mereka dibina dalam perkaderan yang ada. Bahkan ada yang lebih ironis lagi, ternyata ada juga diantara kader yang terlibat dan tergabung dalam perkaderan ikatan karena hanya ingin melakukan infiltrasi ideologi mengingat potensi massa dari kader-kader ikatan yang cukup menjanjikan untuk dijadikan garapan.
Oleh karenanya, demi menjaga dan melangsungkan perjuangan ikatan dimasa yang akan datang, maka sudah menjadi kewajibaban mutlak bagi seluruh kader terlebih pimpinan untuk sadar secara kolektif membenahi sistem perkaderan ikatan yang diterapkan selama ini. Barangkali dengan munculnya problem kaderisasi yang demikian ada korelasinya dengan kelemahan sistem perkaderan yang berjalan secara formal dalam ikatan selama ini.  Sehingga identitas berikatan lebih menjadi persolan utama ketimbang berjuang dan bergerak bersama ikatan dalam mendorong cita-citanya. Maka sebagai rujukan ke depan, sudah semestinya kita harus kembali merefleksikan dan menjernihkan apa yang telah dirumuskan oleh Muhammadiyah sebagai organisasi induk, utamanya dalam hal ideologi gerakan untuk kita jadikan sebagai acuan dalam menjalankan roda organisasi.
“Jangan pernah bosan untuk mengkaji IMM dan Muhammadiyah”

* Penulis adalah Ketua Korkom IMM Unismuh Makassar 2013-2014, Sekretaris PC. IMM Kota Makassar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar