KADERISASI
IKATAN
“Sebuah problem sebagai ajang
refleksi”
Oleh : Kasri Riswadi*
Kegiatan kaderisasi
merupakan rutinitas dari sebuah organisasi dalam rangka transformasi nilai dan
perekrutan anggota baru untuk mempertahankan eksistensinya dalam pergulatan
kancah dunia pergerakan. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai sebuah
organisasi pun tanpa terkecuali, IMM secara ontologinya merupakan organisasi
kader, keberadaanya merupakan kreasi dari para founding fathers dalam menyikapi realitas pada waktu itu. Dengan
tujuan yang khas sebagaimana yang tertuang dalam AD/ART yakni “terbentuknya ademisi Islam yang berakhlak
mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”. Memahami tujuan ini,
Muhammadiyah menginginkan agar IMM menciptakan wahana intelektual yang
ditanamkan pada gerakan ikatan, menjadikan akhlaknya sebagai aksiologi dari
intelektual yang berdasarkan pada nilai-nilai Islam dan Muhammadiyah.
Sebagai organisasi
kader yang memiliki tujuan jangka panjang, Ikatan mahasiswa Muhammadiyah
menempatkan proses dan kegiatan kaderisasi sebagai program penting dan
strategis dalam melanjutkan misi dan eksistensinya sebagai gerakan intelektual
dan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. Oleh karenanya kegiatan kaderisasi
menjadi program andalan yang dilakukan oleh Ikatan bukan saja karena untuk
melanjutkan estafet kepemimpinan dalam ikatan namun juga dalam rangka melakukan
transformasi nilai kepada segenap akademisi demi terwujudnya akademisi Islam
yang berakhlak mulia. Oleh karena itu, perkaderan adalah sesuatu yang
membutuhkan perhatian khusus seiring dengan perkembangan zaman.
Baik buruknya
Pendidikan kader yang ada sekarang ini adalah cerminan baik buruknya pula
organisasi di masa-masa yang akan datang. Jika pendidikan kader ikatan sekarang
ini baik, maka Ikatan pada masa yang akan datang akan baik pula. Sebaliknya, apabila
pendidikan kader ikatan jelek, maka ikatan yang akan datang juga jelek. Itulah
pernyataan yang diberikan oleh Prof. Dr. Mukti Ali terhadap Muhammadiyah yang
coba penulis tarik dan kontekstualisasikan dengan ke dalam diri ikatan.
Pernyataan di atas
tentu saja benar adanya, sebab kelangsungan sebuah masa depan organisasi sangat
memilki kaitan dengan bagaimana cara Ikatan dalam menciptakan dan melakukan
pendidikan kader di dalamnya. Oleh karenanya Ikatan sesungguhnya tidak dapat
menyepelekan persolan kaderisasi tersebut. Apatahlagi di dalam Al Qur’an pun
kita diingatkan, “dan hendaklah kamu takut kepada Allah, orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka generasi-generasi yang lemah” (Q.S.:
An Nisa’ : 9). Maka menjadi sebuah komitmen seharusnya bagi Ikatan, bahwa
kegiatan perkaderan merupakan kegiatan yang tidak memilki ending atau masa akhir.
Tentunya kegiatan
kaderisasi yang dilangsungkan ikatan seantiasa di orientasikan pada terciptanya
kader-kader yang tangguh, istiqomah, kritis, militan, dan berkualitas. Sebab
hanya kader-kader yang memiliki sikap demikianlah yang akan mampu konsisten
dalam menjaga dan mendorong peran ikatan sebagai sebuah gerakan pembaharuan.
Dalam ikatan,
sebagaimana kita kenal ada tiga bentuk model perkaderan, yaitu perkaderan
utama, perkaderan pembina dan perkaderan pendukung. Perkaderan utama adalah
perkaderan yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan latihan kepemimpinan
dalam rangka transformasi visi dan nilai-nilai ideologis serta aksi gerakan
yang dilakukan ikatan maupun persyarikatan. Dalam perkaderan utama ini,
terdapat tiga jenjang kekaderan yang terstruktur dengan jenjang orientasi yang
berbeda pula. Pertama, Darul Arqam
Dasar(DAD) yang diarahkan pada penanaman nilai-nilai akidah dan membangun moral
agama serta dasar-dasar kepemimpinan. Kedua,
Darul Arqam Madya(DAM) diarahkan pada penguatan intelektual, elaborasi dan
kritik pemikiran dan teori serta pembentukan karakter pemimpin tingkat
menengah. Ketiga, Darul Arqam
Paripurna(DAP) diarahkan pada penguatan humanitas, menciptakan antitesa
pemikiran dan teori sekaligus melahirkan metedologi sosial untuk
persoalan-persolan keummatan dan kebangsaan.
Kedua Perkaderan
pembina, yaitu kegiatan kaderisasi yang dilaksanakan dalam bentuk pelatihan dan
pendidikan kepembinaan yang dipersiapkan untuk mengelola perkaderan utama.
Adapun secara berjenjang. Pertama, Latihan
Instruktur Dasar(LID) bertujuan untuk melahirkan kader peembina ditingkat dasar
atau DAD. Kedua, Latihan Instruktur
Madya (LIM) bertujuan untuk melahirkan kader pembina ditingkat menegah atau
DAM. Ketiga, Latihan Instruktur
Nasional(LIN) bertujuan untuk melahirkan kader pembina ditingkat nasional atau
DAP.
Ketiga perkaderan
pendukung, yaitu kegiatan kaderisasi yang dilakukan dalam bentuk pelatihan,
pendidikan, kursus, atau kajian intensif yang terstruktur namun tidak
ditetapkan standar kurikulumnya secara baku untuk mencukupi kebutuhan tertentu
dari diri kader baik secara personal maupun secara kelembagaan. Adapun
perkaderan pendukung ini diantaranya adalah, pendidikan khusus
Immawati(Diksuswati) baik I, II dan III, latihan advokasi, latihan jurnalistik,
sekolah pelopor serta pelatihan-pelatihan lainnya.
Upaya berbagai
bentuk perkaderan yang dilakukan oleh ikatan belakangan ini walaupun jauh lebih
sistematis, namun jika dilihat dari aspek outputs
ataupun hasil yang ada, masih jauh dari yang diharapkan. Walaupun secara
kuantitas kader dalam ikatan masih relatif mengalami peningkatan, namun hal
tersebut tidaklah menjamin kualiatasnya dalam berikatan. Sebab sangat tampak
jika proses kaderisasi dilakukan sangat terpaku pada aspek formalitas semata,
sehingga cara yang demikian hanya melahirkan kader-kader simbolik yang lebih
mengedepankan dan mengagunggkan identitas dari pada substansif dalam ikatan.
Tak dapat
dipungkiri bahwa saat sekarang banyak
kader-kader ikatan yang juga memiliki kecendrungan terjebak pada budaya
pragmatis. Terkesan seenaknya dalam menjalankan organisasi sesuai dengan
seleranya tanpa memeperhatikan aspek-aspek fundamen yang telah ditetapkan
ikatan sebagai acuan. Dengan bermodalkan sologan fastabiqul khaerat semua
dilakukan atas nama ikatan walaupun sebenarnya sudah jauh melenceng jauh dari
aturan organisasi.
Terlbih tak dapat
dipungkiri bahwa banyak diantara kader ikatan juga yang ternyata masih cukup
lemah secara ideologi, sehingga ketika ada rayuan dan godaan dari gerakan lain
yang mengiming-imingi “ janji surga”, maka dapat dengan mudah mereka beralih
kepada gerakan lain dengan bahkan menghujat dan mengkritik ikatan dimana mereka
dibina dalam perkaderan yang ada. Bahkan ada yang lebih ironis lagi, ternyata
ada juga diantara kader yang terlibat dan tergabung dalam perkaderan ikatan
karena hanya ingin melakukan infiltrasi ideologi mengingat potensi massa dari
kader-kader ikatan yang cukup menjanjikan untuk dijadikan garapan.
Oleh karenanya,
demi menjaga dan melangsungkan perjuangan ikatan dimasa yang akan datang, maka
sudah menjadi kewajibaban mutlak bagi seluruh kader terlebih pimpinan untuk
sadar secara kolektif membenahi sistem perkaderan ikatan yang diterapkan selama
ini. Barangkali dengan munculnya problem kaderisasi yang demikian ada
korelasinya dengan kelemahan sistem perkaderan yang berjalan secara formal
dalam ikatan selama ini. Sehingga
identitas berikatan lebih menjadi persolan utama ketimbang berjuang dan
bergerak bersama ikatan dalam mendorong cita-citanya. Maka sebagai rujukan ke
depan, sudah semestinya kita harus kembali merefleksikan dan menjernihkan apa
yang telah dirumuskan oleh Muhammadiyah sebagai organisasi induk, utamanya
dalam hal ideologi gerakan untuk kita jadikan sebagai acuan dalam menjalankan
roda organisasi.
“Jangan pernah bosan untuk mengkaji IMM dan Muhammadiyah”
* Penulis adalah Ketua Korkom IMM Unismuh Makassar 2013-2014, Sekretaris PC. IMM Kota Makassar.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar