Sabtu, 02 November 2013



MENUJU MASYARAKAT KAMPUS TANPA KELAS
(PENDEKATAN TEORI MARXISME)
Oleh : Rizal Pauzi
(ketua bidang politik dan hukum PC.IMM kota Makassar)

Kampus adalah miniatur sebuah Negara yang didihuni oleh para kaum intelektual.kampus menjadi icon dari dari peradaban modern sebuah bangsa. Jadi wajar lah ketika banyak orang mengatakan bahwa jika ingin melihat masyarakat modern maka datanglah kekampus – kampus. Kampus lah yang melahirkan kaum intelektual masa depan bangsa misalanya ahli teknologi,ahli hukum, ahli politik, ahli kesehatan , dsb.
Kampus merupakan tempat berkumpul dan berinteraksinya generasi muda dari berbagai daerah,suku, ras dan agama. Sehingga dinamika kebangsaaan begitu terasa dan nilai – nilai kebhineka tunggal ikaan diterapkan di tempat ini.
Dahulu, kampus merupakan tempat yang yang suci,dimana nilai – nilai intelektual begitu dijunjung dan tak ada intervensi politik disana. Bahkan para politisi bangsa ini selalu mewaspadai gerakan gerakan yang ada dikampus.

Jika memang kampus seperti yang dikemukakan diatas maka boleh dikatakan bahwa nilai – nilai kebajikan seperti keadilan, kemakmuran dsb dapat dicapai.
Lantas bagaiman dengan realitas yang ada saat ini???
Kampus telah mengalami degradasi besar – besaran. kampus telah menjadi menjadi sebuah masyarakat modern ala liberal dan kapitalisme baru.hal ini dapat dilihat dari bagaimana model pakaian,fasilitas pribadi yang digunakan (heandphone,laptop),dan yang terparah adalah interaksi mahasiswa yang cenderung sesuai dengan kelasnya masing – masing(misalnya orang kaya cenderung hanya bergaul dengan sesamanya,organizator hanya bergaul dengan sesame organisator,dsb)namun yang terparah adalah tumbuhnya jiwa ketidak pedulian mahasiswa terhadap sesama,baik itu teman kuliah,masyarakat umum maupun bangsa dan Negara.

Mindset yang kemudian terbangun dalam benak mahasiswa Hari ini adalah bagaimana mampu meraih impiannya sendiri, yang bisa diistilahkan idividualisme. Mahasiswa hari ini berlomba – lomba untuk mencapai gelar sarjana dengan predikat cumlute.

Dengan minsdset seperti ini maka kemudian lahirlah kelompok – kelompok mahasiswa yang berada dikampus. Lahirlah kelompok para mahasiswa yang hedonisme (kelas elit), lahirlah kelompok mahasiswa yang mengaku aktivis dan organizator, lairlah kelompok mahasiswa yang agamais yang semakin panatik dengan agamanya,dan yang kemudian akhir – akhir ini berkembang pesat adalah  mahasiswa yang panatik dengan kesukuan yang tergabung dalam organisasi kedaerahan.

Berbagai kelompok mahasiswa ini kemudian melahirkan kelas – kelas tersendiri yang saling mengangkap kelompoknyalah yang terbaik.hal inilah yang kemudian melahirkan sekat – sekat diantara kelompok – kelompot tersebut.

Bukti nyata yang kemudian dapat dilihat adalah redupnya lembaga kemahasiswaan yang ada dikampus – kampus.contoh yang paling rill dapat dilihat  adalah BEM Universitas Hasanuddin sampai hari ini tidak dapat terbentuk kembali. Alasan utama adalah kurang pedulinya mahasiswa hari ini terhadap lembaga mahasiswa dan yang kedua adalah adanya fanatisme antar fakultas atau dengan kata lain tidak adanya persatuan mahasiswa. Hal ini memperjelas adanya kelas – kelas dalam mahasiswa.

Kelas – kelas ini tidak hanya terjadi pada level mahasiswa saja,namun juga terjadi pada level dosen. Perbedaan kelas ini terjadi pada antara dosen yang bergelar frofessor dengan yang tidak. Hal ini terlihat dari sebagian oknum frofessor yang arogan dengan pendapatnya dan kurang menghiraukan dosen yang  belum bergelar frofessor. Kelas dosen ini secara garis besar terbagi tiga yaitu kelas dosen frofessor,kelas dosen lulusan S3,dan kelas terakhir adalah lulusan S2. Kelas inilah menurut mereka adalah tingkatan pengetahuan yang perlu dihormati.

Masalah terkahir,
Masalah ini terdapat pada mahasiswa maupun dosen. Culture senior junior yang masih berlebihan menyebabkan terbentuknya 2 kelas utama. Dimana kelas pertama ditempati senior dan kelas kedua ditempati junior. Antara senior dan junior ini dibuat jurang pemisah yang curam.dengan jargon “Senior Selalu Benar”. Menurut pandangan sebahagian  mahasiswa baru hal ini merupakan warisan lembaga kemahasiswaan,olehnya mereka mencoba menjauh dari lembaga tersebut.

Dengan menganalisis masalah diatas,maka sangat jelaslah bahwa masyarakat kampus saat ini mengalami  dekradasi dalam persoalan nilai,karena terjadi kelas – kelas mahasiswa yang terpetak petakkan. hal ini melemahkan pergerakan mahasiswa, menghancurkan kepekaan sosial mahasiswa, dan mengukuhkan individualism generasi penerus bangsa.
Lantas bagaimana solusinya???
Sebelum penulis menjelaskan lebih jauh,maka alangkah baiknya kemudian kita kembali kebelakang dengan mengutip teori masa lalu.hampir semua kaum intelektual mengetahui nama karl marx yang mencetuskan ideologi komunisme.inti dari pemikirannya adalah mewujudkan masyarakat tanpa kelas.

Antara pandangan sejarah Marx yang dianggap penting oleh pendukung aliran Marxisme adalah teori perjuangan kelas (Struggle of Classess). Dalam permulaan karya The Communist Manifesto (1972: 241), Marx telah mengungkap slogan:
The history of all hitherto existing societies is the history of class struggles. Freeman and slave, patrician and plebeian, lord and serf, guild-master and journeyman, in a word, oppressor and oppressed, stood in constant opposition to one another, carried on an interrupted, now hidden, now open fight, a fight that each time ended in a revolutionary reconstruction of society at large, or in the common ruin of the contending classes.
Menurut Marx, kelas-kelas tersebut merupakan kumpulan asas sosial yang mengheret konflik masyarakat di dalamnya dan memberi kesan kepada perubahan subskruktur ekonomi mereka. Lantaran itu, satu kelas mampu mengenal pasti kepentingannya di dalam masyarakat secara menyeluruh melalui revolusi-revolusi yang telah berlaku sebelum ini. Kenyataan Marx tersebut menggambarkan sejarah umat manusia diwarnai oleh perjuangan atau pertarungan antara kelompok-kelompok manusia. Marx sendiri mengakui perjuangan kelas atau revolusi yang tercetus bukan bermula sebagai satu kelas masyarakat, tetapi ia berfungsi sebagai wakil kepada masyarakat bagi mengemukakan tuntutan dan manfaat bersama semua ahli dalam masyarakat (McLellan 1977: 169).

Marx dan Engels dalam karyanya The Communist Manifesto (1970: 74) telah mengemukakan Political Rule of Proletariat yang menyarankan agar golongan proletariat menakluki pertadbiran negara agar mereka boleh memanfaatkan kuasa politiknya untuk merampas semua modal dari cengkaman golongan bourgeois dan memusatkan semua alatan produksi di bawah kekuasaan negara yang ditadbir oleh golongan Proletariat sendiri. Ini dilihat sebagai usaha mereka untuk memusnahkan keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh golongan bourgeois. Berdasarkan pengalaman dalam Revolusi Perancis 1789, Marx telah mendesak kaum proletariat untuk merampas dan menguasai kepimpinan Negara bagi menjadikannya lebih demokratik dan majoriti. Meskipun istilah ‘diktator’ ke atas undang-undang proletariat menjadi perbahasan dari pendukung aliran Babouvis-Blanguist, namun Engels menegaskan bahawa elemen ‘diktator’ amat perlu sebagai tindak balas kepada pelan kemusnahan kerajaan lama untuk mewujudkan kerajaan yang baru (Mukherjee & Ramaswamy 2000: 126).

Idea komunisme mula diperkenalkan dalam gagasan Marxisme sejak Marx berada di Paris pada tahun 1844. Hasil penelitian Marx terhadap struktur masyarakat dalam system ekonomi kapitalisme, beliau menjangkakan akan terbentuk sistem komunisme di masa hadapan yang melihat dunia ini tidak lagi bersifat statik, tetapi akan berlaku perubahanperubahan yang berterusan sejajar dengan teori dialektik Hegel. Menurut Marx, proses perubahan sejarah bergerak melalui komunisme primitif, feudalisme, kapitalisme, selanjutnya melalui sejarah sosialisme dan berakhir dengan komunisme. Setiap transformasi sejarah tersebut dicapai melalui revolusi kaum buruh (proletariat) yang mewakili inspirasi seluruh manusia. Melalui revolusi, kebebasan bersifat ‘universal’ akan dapat dicapai oleh kelas buruh, sekaligus mewakili semua umat manusia yang mahu melepaskan diri dari belenggu perhambaan. Revolusi proletariat hanya difahami dalam terminologi yang lazim kerana Marx dan Engels tidak memberikan penjelasan yang spesifik terhadap kerangka komunisme masa hadapan (Post-Revolutionary). Ini kerana Marx tidak mahu dikaitkan dengan ahli sosialis utopia yang banyak menyediakan penjelasan dalam bentuk imaginatif atau khayalan masa hadapan (Ozinga 1991: 58).

Pandangan marxisme tentang perjuangan kelas ini ada cenderung kearah yang anarkis yaitu dengan melalui revolusi. Walaupun perjuangan kelas marx ini hanya berdasarkan pada kelas ekonomi,namun hal ini dapat dipula dijadikan rujukan dalam memperjuangkan masyarakat kampus tanpa kelas.
Dalam perjuangan kelas marx ini, selain pengambil alihan kekuasaan dari kaum borjuis,juga menekankan pengambil alihan alat produksi di bawah kekuasaan negara yang ditadbir oleh golongan Proletariat sendiri.dengan demikian,menurut marx Negara mampu menciptakan keadilan dalam masyarakat dan mewujudkan masyarakat tanpa kelas.
Melihat pandangan marx ini,jika dikembalikan keranah kampus,maka yang perlu melakukan perubahan ini adalah pihak birokrat kampus dengan catatan  birokrat kampus mampu bersikap adil.
Olehnya itu,hemat penulis untuk menuju masyarakat kampus tanpa kelas ini maka perlu ditempuh berapa cara yaitu :
1. perlu adanya rekontruksi mindset culture senioritas yang dilakukan oleh pihak birokrat kampus yang bersinergi dengan lembaga kemahasiswaan. Dalam rekontruksi ini perlu ditekanka bahwa konsep senioritasi  ini harus mampu menempatkan senior sebagai kakak yang menyayangi adiknya dan adik yang menyayangi kakaknya. Sehingga proses berbagi pengetahuan dapat berjalan dengan lancar dan interaksi antara senior  dan junior tidak lagi ada penghalang.
2.perlu adanya campur tangan birokrat kampus dalam segala aspek kehidupan masyarakat kampus.campur tangan ini tidak dalam bentuk yg dicanangkan oleh Marx bahwa segalanya diatur oleh Negara, namun campur tangan ini sesuai dengan ideologi pancasila yaitu bagaimana hal – hal yg subtabsial dalam bermasyarakat diatur oleh Negara dalam hal ini birokrat kampus namun tidak mengindahkan kebebasan individu.
3. reideologi lembaga kemahasiswaan yang berskala jurusan maupun fakultas.reideologi ini bertujuan untuk membangun kembali solidaritas mahasiswa dalam kampus tersebut tanpa adanya sekat – sekat antar fakultas maupun jurusan.  Reideologi ini dapat dilakukan bersama dengan seluruh mahasiswa dalam kampus tersebut.konsep penerimaan mahasiswa baru setiap kampus masih perlu pembenahan dengan desain kegiatan yang lebih interaktif antar mahasiswa dan melibatkan seluruh elemen kampus.jika ada yan g menolak tanpa alasan rasional maka birokrat kampus harus meberi sangsi yang tegas.
4. ini adalah solusi terakhir,perlu adanya pembentukan karakter masyarkat kampus yang berlandaskan atas intelektualitas, humanitas dan sprititualitas. Dengan intelektualitas maka akan menjamin kecerdasan masyarakat kampus,dengan humanitas maka melahirkan manusia yang peduli terhadap sesama, dan dengan spiritualitas maka akan menciptakan ketenangan jiwa dan menghindarkan dari sikap kesombongan karena adanya kesadaran akan kebesaran sang pencipta Jika ketiga hal ini dapat diseimbangkan maka akan lahir manusia paripurna .konsep ini memiliki kesamaan dengan konsep ISQ oleh ary ginanjar maupun konsep inteltual Profetik oleh kuntowijoyo. Olehnya itu hal ini perlu menjadi dasar dalam mendesain sebuah masyarakat kampus.jika setiap anggota masyarakat kampus mampu menerapkan hal ini maka bukan mustahil namun sebuah keniscayaan akan terbentuk masyarakat madani dalam konsep pluralisme maupun masyarakat tanpa kelas yang dicita – citakan Marx serta tercapai tujuan bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur.
Makassar,2 maret 2013


Rizal pauzi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar