MENUJU MASYARAKAT KAMPUS TANPA KELAS
(PENDEKATAN TEORI MARXISME)
Oleh
: Rizal Pauzi
(ketua bidang
politik dan hukum PC.IMM kota Makassar)
Kampus adalah miniatur sebuah
Negara yang didihuni oleh para kaum intelektual.kampus menjadi icon dari dari
peradaban modern sebuah bangsa. Jadi wajar lah ketika banyak orang mengatakan
bahwa jika ingin melihat masyarakat modern maka datanglah kekampus – kampus.
Kampus lah yang melahirkan kaum intelektual masa depan bangsa misalanya ahli
teknologi,ahli hukum, ahli politik, ahli kesehatan , dsb.
Kampus merupakan tempat berkumpul
dan berinteraksinya generasi muda dari berbagai daerah,suku, ras dan agama. Sehingga
dinamika kebangsaaan begitu terasa dan nilai – nilai kebhineka tunggal ikaan
diterapkan di tempat ini.
Dahulu, kampus merupakan tempat
yang yang suci,dimana nilai – nilai intelektual begitu dijunjung dan tak ada
intervensi politik disana. Bahkan para politisi bangsa ini selalu mewaspadai
gerakan gerakan yang ada dikampus.
Jika memang kampus seperti yang
dikemukakan diatas maka boleh dikatakan bahwa nilai – nilai kebajikan seperti
keadilan, kemakmuran dsb dapat dicapai.
Lantas bagaiman dengan realitas
yang ada saat ini???
Kampus telah mengalami degradasi
besar – besaran. kampus telah menjadi menjadi sebuah masyarakat modern ala
liberal dan kapitalisme baru.hal ini dapat dilihat dari bagaimana model
pakaian,fasilitas pribadi yang digunakan (heandphone,laptop),dan yang terparah
adalah interaksi mahasiswa yang cenderung sesuai dengan kelasnya masing –
masing(misalnya orang kaya cenderung hanya bergaul dengan sesamanya,organizator
hanya bergaul dengan sesame organisator,dsb)namun yang terparah adalah tumbuhnya
jiwa ketidak pedulian mahasiswa terhadap sesama,baik itu teman
kuliah,masyarakat umum maupun bangsa dan Negara.
Mindset yang kemudian terbangun
dalam benak mahasiswa Hari ini adalah bagaimana mampu meraih impiannya sendiri,
yang bisa diistilahkan idividualisme. Mahasiswa hari ini berlomba – lomba untuk
mencapai gelar sarjana dengan predikat cumlute.
Dengan minsdset seperti ini maka
kemudian lahirlah kelompok – kelompok mahasiswa yang berada dikampus. Lahirlah
kelompok para mahasiswa yang hedonisme (kelas elit), lahirlah kelompok
mahasiswa yang mengaku aktivis dan organizator, lairlah kelompok mahasiswa yang
agamais yang semakin panatik dengan agamanya,dan yang kemudian akhir – akhir
ini berkembang pesat adalah mahasiswa
yang panatik dengan kesukuan yang tergabung dalam organisasi kedaerahan.
Berbagai kelompok mahasiswa ini
kemudian melahirkan kelas – kelas tersendiri yang saling mengangkap
kelompoknyalah yang terbaik.hal inilah yang kemudian melahirkan sekat – sekat
diantara kelompok – kelompot tersebut.
Bukti nyata yang kemudian dapat
dilihat adalah redupnya lembaga kemahasiswaan yang ada dikampus – kampus.contoh
yang paling rill dapat dilihat adalah
BEM Universitas Hasanuddin sampai hari ini tidak dapat terbentuk kembali.
Alasan utama adalah kurang pedulinya mahasiswa hari ini terhadap lembaga
mahasiswa dan yang kedua adalah adanya fanatisme antar fakultas atau dengan
kata lain tidak adanya persatuan mahasiswa. Hal ini memperjelas adanya kelas –
kelas dalam mahasiswa.
Kelas – kelas ini tidak hanya
terjadi pada level mahasiswa saja,namun juga terjadi pada level dosen.
Perbedaan kelas ini terjadi pada antara dosen yang bergelar frofessor dengan
yang tidak. Hal ini terlihat dari sebagian oknum frofessor yang arogan dengan
pendapatnya dan kurang menghiraukan dosen yang belum bergelar frofessor. Kelas dosen ini
secara garis besar terbagi tiga yaitu kelas dosen frofessor,kelas dosen lulusan
S3,dan kelas terakhir adalah lulusan S2. Kelas inilah menurut mereka adalah
tingkatan pengetahuan yang perlu dihormati.
Masalah terkahir,
Masalah ini terdapat pada mahasiswa
maupun dosen. Culture senior junior yang masih berlebihan menyebabkan
terbentuknya 2 kelas utama. Dimana kelas pertama ditempati senior dan kelas
kedua ditempati junior. Antara senior dan junior ini dibuat jurang pemisah yang
curam.dengan jargon “Senior Selalu Benar”. Menurut pandangan sebahagian mahasiswa baru hal ini merupakan warisan
lembaga kemahasiswaan,olehnya mereka mencoba menjauh dari lembaga tersebut.
Dengan menganalisis masalah diatas,maka
sangat jelaslah bahwa masyarakat kampus saat ini mengalami dekradasi dalam persoalan nilai,karena
terjadi kelas – kelas mahasiswa yang terpetak petakkan. hal ini melemahkan
pergerakan mahasiswa, menghancurkan kepekaan sosial mahasiswa, dan mengukuhkan
individualism generasi penerus bangsa.
Lantas bagaimana solusinya???
Sebelum penulis menjelaskan lebih
jauh,maka alangkah baiknya kemudian kita kembali kebelakang dengan mengutip
teori masa lalu.hampir semua kaum intelektual mengetahui nama karl marx yang
mencetuskan ideologi komunisme.inti dari pemikirannya adalah mewujudkan
masyarakat tanpa kelas.
Antara
pandangan sejarah Marx yang dianggap penting oleh pendukung aliran Marxisme adalah
teori perjuangan kelas (Struggle of Classess). Dalam permulaan karya The
Communist Manifesto (1972: 241), Marx telah mengungkap slogan:
The
history of all hitherto existing societies is the history of class struggles.
Freeman and slave, patrician and plebeian, lord and serf, guild-master and
journeyman, in a word, oppressor and oppressed, stood in constant opposition to
one another, carried on an interrupted, now hidden, now open fight, a fight
that each time ended in a revolutionary reconstruction of society at large, or
in the common ruin of the contending classes.
Menurut
Marx, kelas-kelas tersebut merupakan kumpulan asas sosial yang mengheret
konflik masyarakat di dalamnya dan memberi kesan kepada perubahan subskruktur
ekonomi mereka. Lantaran itu, satu kelas mampu mengenal pasti kepentingannya di
dalam masyarakat secara menyeluruh melalui revolusi-revolusi yang telah berlaku
sebelum ini. Kenyataan Marx tersebut menggambarkan sejarah umat manusia diwarnai
oleh perjuangan atau pertarungan antara kelompok-kelompok manusia. Marx sendiri
mengakui perjuangan kelas atau revolusi yang tercetus bukan bermula sebagai
satu kelas masyarakat, tetapi ia berfungsi sebagai wakil kepada masyarakat bagi
mengemukakan tuntutan dan manfaat bersama semua ahli dalam masyarakat (McLellan
1977: 169).
Marx
dan Engels dalam karyanya The Communist Manifesto (1970: 74) telah mengemukakan
Political Rule of Proletariat yang menyarankan agar golongan proletariat
menakluki pertadbiran negara agar mereka boleh memanfaatkan kuasa politiknya
untuk merampas semua modal dari cengkaman golongan bourgeois dan
memusatkan semua alatan produksi di bawah kekuasaan negara yang ditadbir oleh
golongan Proletariat sendiri. Ini dilihat sebagai usaha mereka untuk
memusnahkan keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh golongan bourgeois.
Berdasarkan pengalaman dalam Revolusi Perancis 1789, Marx telah mendesak
kaum proletariat untuk merampas dan menguasai kepimpinan Negara bagi
menjadikannya lebih demokratik dan majoriti. Meskipun istilah ‘diktator’ ke
atas undang-undang proletariat menjadi perbahasan dari pendukung aliran
Babouvis-Blanguist, namun Engels menegaskan bahawa elemen ‘diktator’ amat perlu
sebagai tindak balas kepada pelan kemusnahan kerajaan lama untuk mewujudkan
kerajaan yang baru (Mukherjee & Ramaswamy 2000: 126).
Idea
komunisme mula diperkenalkan dalam gagasan Marxisme sejak Marx berada di Paris
pada tahun 1844. Hasil penelitian Marx terhadap struktur masyarakat dalam system
ekonomi kapitalisme, beliau menjangkakan akan terbentuk sistem komunisme di
masa hadapan yang melihat dunia ini tidak lagi bersifat statik, tetapi akan
berlaku perubahanperubahan yang berterusan sejajar dengan teori dialektik
Hegel. Menurut Marx, proses perubahan sejarah bergerak melalui komunisme
primitif, feudalisme, kapitalisme, selanjutnya melalui sejarah sosialisme dan berakhir
dengan komunisme. Setiap transformasi sejarah tersebut dicapai melalui revolusi
kaum buruh (proletariat) yang mewakili inspirasi seluruh manusia. Melalui
revolusi, kebebasan bersifat ‘universal’ akan dapat dicapai oleh kelas buruh,
sekaligus mewakili semua umat manusia yang mahu melepaskan diri dari belenggu
perhambaan. Revolusi proletariat hanya difahami dalam terminologi yang
lazim kerana Marx dan Engels tidak memberikan penjelasan yang spesifik terhadap
kerangka komunisme masa hadapan (Post-Revolutionary). Ini kerana Marx
tidak mahu dikaitkan dengan ahli sosialis utopia yang banyak menyediakan
penjelasan dalam bentuk imaginatif atau khayalan masa hadapan (Ozinga 1991:
58).
Pandangan
marxisme tentang perjuangan kelas ini ada cenderung kearah yang anarkis yaitu
dengan melalui revolusi. Walaupun perjuangan kelas marx ini hanya berdasarkan
pada kelas ekonomi,namun hal ini dapat dipula dijadikan rujukan dalam
memperjuangkan masyarakat kampus tanpa kelas.
Dalam
perjuangan kelas marx ini, selain pengambil alihan kekuasaan dari kaum borjuis,juga
menekankan pengambil alihan alat produksi di bawah kekuasaan negara yang
ditadbir oleh golongan Proletariat sendiri.dengan demikian,menurut marx Negara
mampu menciptakan keadilan dalam masyarakat dan mewujudkan masyarakat tanpa
kelas.
Melihat
pandangan marx ini,jika dikembalikan keranah kampus,maka yang perlu melakukan
perubahan ini adalah pihak birokrat kampus dengan catatan birokrat kampus mampu bersikap adil.
Olehnya
itu,hemat penulis untuk menuju masyarakat kampus tanpa kelas ini maka perlu
ditempuh berapa cara yaitu :
1.
perlu adanya rekontruksi mindset culture senioritas yang dilakukan oleh pihak
birokrat kampus yang bersinergi dengan lembaga kemahasiswaan. Dalam rekontruksi
ini perlu ditekanka bahwa konsep senioritasi
ini harus mampu menempatkan senior sebagai kakak yang menyayangi adiknya
dan adik yang menyayangi kakaknya. Sehingga proses berbagi pengetahuan dapat
berjalan dengan lancar dan interaksi antara senior dan junior tidak lagi ada penghalang.
2.perlu
adanya campur tangan birokrat kampus dalam segala aspek kehidupan masyarakat
kampus.campur tangan ini tidak dalam bentuk yg dicanangkan oleh Marx bahwa
segalanya diatur oleh Negara, namun campur tangan ini sesuai dengan ideologi
pancasila yaitu bagaimana hal – hal yg subtabsial dalam bermasyarakat diatur
oleh Negara dalam hal ini birokrat kampus namun tidak mengindahkan kebebasan
individu.
3.
reideologi lembaga kemahasiswaan yang berskala jurusan maupun
fakultas.reideologi ini bertujuan untuk membangun kembali solidaritas mahasiswa
dalam kampus tersebut tanpa adanya sekat – sekat antar fakultas maupun
jurusan. Reideologi ini dapat dilakukan
bersama dengan seluruh mahasiswa dalam kampus tersebut.konsep penerimaan
mahasiswa baru setiap kampus masih perlu pembenahan dengan desain kegiatan yang
lebih interaktif antar mahasiswa dan melibatkan seluruh elemen kampus.jika ada
yan g menolak tanpa alasan rasional maka birokrat kampus harus meberi sangsi
yang tegas.
4.
ini adalah solusi terakhir,perlu adanya pembentukan karakter masyarkat kampus
yang berlandaskan atas intelektualitas, humanitas dan sprititualitas. Dengan
intelektualitas maka akan menjamin kecerdasan masyarakat kampus,dengan
humanitas maka melahirkan manusia yang peduli terhadap sesama, dan dengan spiritualitas
maka akan menciptakan ketenangan jiwa dan menghindarkan dari sikap kesombongan
karena adanya kesadaran akan kebesaran sang pencipta Jika ketiga hal ini dapat
diseimbangkan maka akan lahir manusia paripurna .konsep ini memiliki kesamaan
dengan konsep ISQ oleh ary ginanjar maupun konsep inteltual Profetik oleh
kuntowijoyo. Olehnya itu hal ini perlu menjadi dasar dalam mendesain sebuah
masyarakat kampus.jika setiap anggota masyarakat kampus mampu menerapkan hal
ini maka bukan mustahil namun sebuah keniscayaan akan terbentuk masyarakat
madani dalam konsep pluralisme maupun masyarakat tanpa kelas yang dicita –
citakan Marx serta tercapai tujuan bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur.
Makassar,2
maret 2013
Rizal
pauzi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar