Rabu, 15 Januari 2014

KONSOLIDASI  RETAK DAN HARUSKAH OPOSISI KIRI?
(Untuk Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Di Sul-Sel)

Furqan Jurdi

Konsolidasi Retak
Setelah lama saya menekuni dan berjuang bersama teman-teman dalam organisasi ini saya melihat ada situasi yang memungkinkan kita untuk melakukan sesuatu  perbaikan yang lebih baik kedepanya. Situasi ini berkembang begitu sangat memprihatinkan, semula bertumpu pada egoism dan nalar kultur intelektual yang tak wajar, kemudian berkembang menjadi sebuah persaingan yang begitu tidak dinamis sekaligus mematikan. Perkembangan keadaan ini melahirkan anggapan dan berbagai tudingan bagi setiap kelompok yang ada di tubuh IMM.
  
Akibat dari berbagai sikap ketersinggungan (negative) antara satu dengan yang lain maka semua menumpukkan diri pada kehendak pribadi yang absurd dan atas nama golongan tertentu (faksi), sehingga semua dikendalikan oleh kekuatan senioritas dan tidak ada kehendak bebas untuk menentukan sikap dan prinpsip perjuangan yang mula-mula adalah kerelaan hati yang kemudian berubah menjadi sebuah egoisme dan tidak waras. Yang pada ujungnya saling menuding dan memfitnah satu sama lain, dan kesimpulanya adalah kematian.
Kenapa saya memakai istilah kematian? Kematian adalah sebuah harapan yang tak pernah sampai, sebuah cita-cita yang tak tergapai, semua mimpi yang tak pernah nyata, dan kebersamaan yang terputus serta silaturrahim yang tak nyambung, di sebabkan karena maut menjemput di keramaian. Hanya diri sendiri dan kerja kita yang akan menentukan apakah kita akan memasuki kebahagiaan atau malah sebaliknya dibakar dineraka dan itulah azab kematian. Saya melihat keadaan ini adalah keadaan yang sangat berbahaya bagi kita kedepannya. Ini semua disebabkan karena rasa ketidak tahuan semata dan rasa percaya diri yang terlalu absolute. tetapi yang sesungguhnya kalau kita menyadari tidak pernah ada manusia hidup dalam sebuah entitas itu mampu hidup sendiri atau hanya golonganya saja, tapi melainkan juga mereka membutuhkan orang lain pun jua golongan yang lain (zon politicon).
Sekarang kita bersama-sama di IMM ini, mengikrarkan diri untuk berjuang dan bekerja secara bersama untuk IMM. Di sini lah letak permasalahan yang kita hadapi dalam membangun ini organisasi. Saya tidak menolak kemajemukan, saya tidak menolak dinamika injtelektual yang sudah ada tapi saya hanya ingin mengingatkan tentang sebuah ikrar dan janji kita untuk IMM ini. Boleh-lah kita berasal dari berbagai kultur kehidupan dan lingkungan kita dan juga kultur Intelektual dan lain-lain. Saya boleh di katakan kader 45, yang lain juga boleh dari Unismuh, boleh dari UNHAS, Boleh dari UNM, boleh dari  UIT, boleh dari berbagai macam kampus, tapi ketika kita di perhadapkan pada persoalan  yang bersifat umum bagi ikatan janganlah kita mengatakan yang itu aja yang bekerja karena itu porsinya dia. Contoh  Misalnya, ketika ada sebuah isu dan mengharuskan kita untuk aksi unjuk rasa yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara kita secara umum maupun yang khusus masalah pribadi kita di muhammadiyah, janganlah mengatakan itu tugasnya Bidang Hikmah dan jangan pula melihat siapa Ketua Bidangnya tapi lihatlah IMM dan Masalah tersebut. Atau Contoh Lain misalnya ketika ada dakwah yang harus kita lakukan secara bersama-sama, ini menyangkut poluraritas dan integritas IMM ditengah masyarakat maka jangan pula hal itu diserahkan kepada bidang dakwah aja ataupun yang terlanjur memegang gelar ustadz saja, tapi bagaimana kita sama-sama untuk membangun sebuah gerakan dakwah guna yang kedepan kita dan IMM di perhitungkan dan di banggakan segenap komponen bangsa.
Yang saya lihat sekarang IMM itu tidak ada bedanya dengan system Politik Negara kita sekarang. Kenapa? Pertama: coba dilihat dalam susunan cabinet kita, pertama orang diambil menjadi menteri itu harus mempunyai kekuatan di parlemen, itu yang lebih utama dan kecerdasan menyusul dibelakang. Kenapa harus itu yang utama? Karena setiap kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah harus mendapatkan persetujuan DPR. Itu dia kalau tidak mempunya kekuatan maka banyak pula kebijakan yang di tolak. Begitupu di IMM khusus Dimakassar. Kenapa sama? Saya sering turun kejalan dan mengawal berbagai macam isu bersama teman-teman di IMM dan yang turun kejalan orang itu-itu ji. Kenapa begitu? Karena kalau misalnya ketua bidang hikmanya dari Unismuh dan beckgroundnya itu salah satu fakultas di Unismuh maka anggotanya dari komisariat itu aja yang nemanin ketua bidang Hikmah turun kejalan, yang lain mana? Mereka ndak mau pusing, nah disini letak lemahnya gerakan kita dan itu sangat memalukan.  Nah masalah ini lah saya katakan sebagai konsolidasi yang retak.
Haruskah Oposisi Kiri?
Saya membaca beratus-ratus artikel tentang marxisme, dan saya melihat berbagai gejala kenapa terjadi revolusi kiri pada masa itu. Saya teringat dengan 44 artikel dan termasuk juga buku yang ditulis oleh leon trosky tentang revolusi kiri dan berbagai macam pendapatnya tentang masalah yang di hadapi oleh rakyat pada waktu itu, saya menyadari bahwa gerakan yang dibangun oleh mereka hingga berhasil melakukan revolusi di rusia adalah gerakan penguatan pada basis massa yang tidak pernah punya kepentingan sama sekali dalam hal politik dan kehidupan perkotaan. Mereka melakukan pendidikan sosialis dan semuanya mampu di doktrin dengan doktrin marxis. Nah Inilah muncul istilah kaum miskin proletariat yaitu kaum miskin yang diajarkan tentang marxime itu. Kemudian setelah mempunyai basis massa yang riil (yaitu kaum proletariat) maka mereka mendekati kaum miskin non proletariat dan menyadarkan mereka tentang kebinalan penguasa. setelah itu terbangunlah hasraT dan jiwa yang menyala pada diri para marhaen  ini. Inilah salah satu strategi revolusi sosialis.
Kenapa saya harus mengemukakan tentang revolusi itu? Supaya kita paham tentang bagaimana membangun kesadaran kita di dalam Ber IMM ini. Kaitanya dengan ajaran-ajaran kiri itu, saya mengatakan kepada semua pimpinan bahwa dengan permulaan (DAD) itu kita bisa mengajarkan kebersamaan kepada mereka dan nilai kebersamaan itu, pun harus pula disertai dengan dasar kita mengetahui siapakah dia dan bagaimanakah harusnya kita kepada mereka. Itu  tugas kita sebagai orang yang lebih dulu mengetahui tentang IMM.
Kenapa juga saya masukkan kata oposisi kiri? Ini menjadi bahan persenjataan saya didalam melawan keberpihakan pimpinan IMM dalam menetukan sikap dan praktek pelaksanaan tugas sebagai pimpinan. Mereka juga sudah mulai bertindak mempaui garis yang ditetapkan. Saya melihat ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap khittah perjuangan kita secara bersama dan janji setia seorang pemimpin kepada rakyatnya.
Oposisi kiri dan gerakan yang badai salju yang ingin saya bangun ini di karenakan  tidak lain dan tidak bukan melainkan untuk membawa IMM kita kedepan yang lebih baik. Sekarang banyak yang terpukau memimpin ini IMM khususnya di Makassar Dan Sulawesi Selatan. Sungguh luar biasa semangat mereka, membentuk barisan gerakan yang kadang kala membunuh juga kita semua ini, pun juga pada ujung-ujungnya hanya menanamkan benih kerakusan dan kebencian untuk generasi selanjutnya.
Saya sebenarnya tidak pernah ingin tahu tentang keburukan dan kebobrokan mereka tapi ada saja celah untuk informasi itu masuk ketelinga saya dan membisikkan tentang kesalahan mereka itu, nah yang namanya juga kesalahan haruslah pula diluruskan dan salah satu pendirian saya sebagaiman saya baca buku sayyid abul a’la al-Maududi tentang revolusi islam, dan saya melihat dalam tulisan itu tentang sebuah perjuangan untuk memutus mata rantai kejahatan dan kesalahan yang terus-menerus ini.
IMM bukanlah Perusahaan Terbatas, Bukan Pula Partai Politik dan bukan juga organisasi politik, IMM itu sesungguhnya sebagaimana yang kita tahu bersama, yaitu organisasi otonom muhammadiyah, organisasi islam, organisasi kemahasiswaan. Maka jangan sekali-kali melakukan suatu yang menyimpang dari pada sifaT dasar dan watak utamanya ini organisasi. Itulah harapan kami sebagai kader IMM yang setiap hari hanya bisa menyaksikan ini semua.
Saya menutup tulisan ini dengan sebuah kutipan dari Nicollo Machiavelli yang mengatakan:
 “haruslah dimengerti bagaimana pun seorang pangeran yang ingin memegang kekuasaan tidak dapat serta merta menjalankan keutamaan-keutamaan yang oleh manusia di pandang mendatangkan reputasi sebagai manusia berbudi itu, karena seringkali ia perlu mengambil tindakan tanpa belas kasih, bertentangan dengan iman, kemanusiaan dan kejujuran dan religusitas demi mempertahankan republic. Ia mesti bersiap untuk berubah sesuai dengan angin fortuna dan perubahan lingkungan yang mendiktenya. Seperti yang sudah saya katakana, ia memang berpegang pada kebaikan, namun apabila ia dipanggil oleh suatu keharusan, maka ia mesti siap untuk bertundak durjana.
……..Karena fortuna berubah-ubah smentara manusia terus tatap dalam metode bertindaknya. Saya simpulkan bahwa manusia hanya akan sukses sepanjang metode dan fortuna berjalan harmonis dan mereka akan gagal, apabila keduanya tidak harmonis. Akan tetapi jelas saya beranggapan bahwa lebih baik bersikap keras sedari mula, karena fortuna itu bak seorang wanita yang untuk menguasainya ia mesti didepak dan ditampar. Perlu juga dicatat bahwa ia lebih bersedia tunduk pada keneranian ketimbang perhitungan yang dingin. Oleh karena itu, laksana seorang wanita, ia selalu menyukai lelaki muda karena lebih condong bertindak agresif dari pada berhati-hati dan berani menguasainya….”
Wallahualam bis shawab
(rizal)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar